Wednesday 11 November 2015

CIRI CIRI KHUSUS AHLUSSUNNAH

Ciri-ciri Khusus Mereka

Pertama: Mereka adalah umat yang baik dan jumlahnya sangat sedikit, yang hidup di tengah umat yang sudah rosak dari segala segi. Rasulullah bersabda: “Berbahagialah orang yang asing itu (mereka adalah) orang-orang baik yang berada di tengah orang-orang yang jahat. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada orang yang mengikuti mereka.” (Hadis riwayat Imam Ahmad)

Ibnul Qayyim dalam kitabnya Madarijus Salikin (3/199-200) berkata: “Ia adalah orang asing dalam agamanya disebabkan rosaknya agama mereka, asing pada berpegangnya terhadap sunnah disebabkan berpegangnya manusia terhadap bid’ah, asing pada keyakinannya disebabkan telah rosak keyakinan mereka, asing pada solatnya disebabkan jeleknya solat mereka, asing pada jalannya disebabkan sesat dan rosaknya jalan mereka, asing pada nisbahnya disebabkan rosaknya nisbah mereka, asing dalam pergaulannya bersama mereka disebabkan bergaul dengan apa yang tidak diinginkan oleh hawa nafsu mereka.”

Kesimpulannya, dia asing dalam urusan dunia dan akhiratnya, dan dia tidak menemui seorang penolong dan pembela pun. Dia sebagai seorang yang berilmu ditengah orang-orang jahil, pemegang sunnah di tengah ahli bid’ah, penyeru kepada Allah dan Rasul-Nya di tengah orang-orang yang menyeru kepada hawa nafsu dan bid’ah, penyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran di tengah kaum di mana yang ma’ruf menjadi mungkar dan yang mungkar menjadi ma’ruf.”

Ibnu Rajab dalam kitab Kasyfu Al Kurbah Fi Washfi Hal Ahli Gurbah (halaman 16-17) mengatakan: “Fitnah syubhat dan hawa nafsu yang menyesatkan inilah yang telah menyebabkan berpecahnya ahli kiblat menjadi berpuak-puak. Sebahagian mengkafirkan yang lain sehingga mereka menjadi bermusuh-musuhan, berpecah-belah, dan berparti-parti yang dulunya mereka berada di atas satu hati. Dan tidak ada yang selamat dari semuanya ini melainkan satu kelompok. Merekalah yang disebutkan dalam sabda Rasulullah: “Dan tetap akan ada segelintir dari umatku yang zahir di atas kebenaran, tidak memudaratkan mereka sesiapa yang menyelisihi mereka, sehinggalah datangnya keputusan Allah, sedang mereka tetap berada dalam keadaan sedemikian.”

Kedua: Mereka adalah orang yang berada di akhir zaman dalam keadaan asing yang telah disebutkan dalam hadis, iaitu orang-orang yang memperbaiki ketika rosaknya manusia. Merekalah orang-orang yang memperbaiki apa yang telah dirosakkan oleh manusia pada sunnah Rasulullah. Merekalah orang-orang yang lari dari fitnah dengan membawa agama mereka. Mereka adalah orang yang sangat sedikit di tengah-tengah kabilah dan terkadang tidak didapati pada sebuah kabilah kecuali satu atau dua orang, bahkan terkadang tidak didapati satu orangpun sebagaimana permulaan Islam.

Dengan dasar inilah, para ulama menafsirkan hadis ini. Sebagaimana Imam Al-Auza’i rahimahullah menjelaskan tentang sabda Rasulullah: “Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing. Adapun Islam itu tidak akan pergi akan tetapi Ahli Sunnah yang akan pergi sehingga tidak tersisa di sebuah negeri melainkan satu orang.” Dengan makna inilah didapati ucapan salaf yang memuji sunnah dan menyifatkannya dengan asing dan menyifatkan pengikutnya dengan kata sedikit.” (Lihat Kitab Ahlul Hadits Hum At Thoifah Al Manshurah hal 103-104)

Demikianlah sunnatullah para pengikut kebenaran. Sepanjang perjalanan hidup selalu dalam kumpulan yang sedikit. Allah Ta’ala berfiman: (Maksudnya) “Dan sedikit dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.”

Dengan itu, jelaslah bagi kita siapakah Ahli Sunnah Wal Jamaah dan siapakah pula yang bukan Ahli Sunnah yang hanya penamaan semata. Benarlah ucapan seorang penyair mengatakan :
Semua orang mengaku telah menggapai Laila
Akan tetapi Laila tidak mengakuinya

Padahal Ahli Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman, amalan, dan dakwah salafus-soleh.

Wallahu Ta'ala A'lam

CIRI CIRI AHLUSSUNNUH

Ciri-ciri Ahli Sunnah Wal Jamaah

Pertama: Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan Rasulullah dan jalan para sahabatnya, yang menyandarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman salafus soleh iaitu pemahaman generasi pertama umat ini dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi setelah mereka. Rasulullah bersabda:“Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian orang-orang setelah mereka kemudian orang-orang setelah mereka.” (Hadis riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad)

Kedua: Mereka kembalikan segala bentuk perselisihan yang terjadi di kalangan mereka kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan bersedia menerima apa-apa yang telah diputuskan oleh Allah dan Rasulullah. Firman Allah: (Maksudnya) “Maka jika kamu berselisih-faham dalam satu perkara, kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasulnya jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan yang demikian itu adalah baik dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa: 59). “Tidaklah layak bagi seorang mukmin dan mukminat apabila Allah dan Rasul-Nya memutuskan suatu perkara untuk mereka, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Barangsiapa menderhakai Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata."(Al-Ahzab: 36)

Ketiga: Mereka mendahulukan ucapan Allah dan Rasul daripada ucapan selain keduanya. Firman Allah: (Maksudnya) “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahulukan (ucapan selain Allah dan Rasul) terhadap ucapan Allah dan Rasul dan bertaqwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Hujurat: 1)

Keempat: Menghidupkan sunnah Rasulullah baik dalam ibadah mereka, akhlak mereka, dan dalam semua sendi kehidupan, sehingga mereka menjadi orang asing di tengah kaumnya. Rasulullah bersabda tetang mereka: “Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali pula daam keadaan asing, maka berbahagialah orang-orang dikatakan asing.” (Hadis riwayat Muslim dari hadis Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma)

Kelima: Mereka adalah orang-orang yang sangat jauh dari sifat fanatik (taksub) golongan. Dan mereka tidak fanatik kecuali kepada Kalamullah dan Sunnah Rasulullah. Imam Malik mengatakan: “Tidak ada seorangpun setelah Rasulullah yang ucapannya boleh diambil dan ditolak kecuali ucapan baginda.”

Keenam: Mereka adalah orang-orang yang menyeru segenap kaum muslimin agar bepegang dengan sunnah Rasulullah dan sunnah para shahabatnya.

Ketujuh: Mereka adalah orang-oang yang memikul amanat amar ma’ruf dan nahi munkar sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka mengingkari segala jalan bid’ah (lawan kepada sunnah) dan kelompok-kelompok yang akan memecahkan-belahkan barisan kaum muslimin.

Kelapan: Mereka adalah orang-orang yang mengingkari undang-undang yang dibuat oleh manusia yang menyelisihi undang-undang Allah dan Rasulullah.

Kesembilan: Mereka adalah orang-orang yang bersiap-sedia memikul amanat jihad fi sabilillah apabila agama menghendaki yang demikian itu.
Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali rahimahullah menjelaskan dalam kitab beliau Makanatu Ahli Al Hadits (halaman 3-4) berkata: “Mereka adalah orang-orang yang menempuh manhaj (metodologi)-nya para sahabat dan tabi’in dalam berpegang terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah dan menggigitnya dengan gigi geraham mereka. Mendahulukan keduanya atas setiap ucapan dan petunjuk, kaitannya dengan aqidah, ibadah, mu’amalat, akhlaq, politik, mahupun persatuan. Mereka adalah orang-orang yang kokoh di atas prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya sesuai dengan apa yang diturunkah Allah kepada hamba dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam. Mereka adalah orang-orang yang tampil untuk berdakwah dengan penuh bersemangat bersungguh-sungguh. Mereka adalah para pembawa ilmu nabawi yang melumatkan segala bentuk penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, kerancuan para penyesat dan pentakwil yang jahil. Mereka adalah orang-orang yang selalu mengintai setiap kelompok yang menyeleweng dari manhaj Islam seperti Jahmiyah, Mu’tazilah, Khawarij, Rafidah (Syi’ah), Murji’ah, Qadariyah, dan setiap orang yang menyeleweng dari manhaj Allah, mengikuti hawa nafsu pada setiap waktu dan tempat, dan mereka tidak pernah mundur kerana cercaan orang yang mencerca.”


Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali rahimahullah menjelaskan dalam kitab beliau Makanatu Ahli Al Hadits (halaman 3-4) berkata: “Mereka adalah orang-orang yang menempuh manhaj (metodologi)-nya para sahabat dan tabi’in dalam berpegang terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah dan menggigitnya dengan gigi geraham mereka. Mendahulukan keduanya atas setiap ucapan dan petunjuk, kaitannya dengan aqidah, ibadah, mu’amalat, akhlaq, politik, mahupun persatuan. Mereka adalah orang-orang yang kokoh di atas prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya sesuai dengan apa yang diturunkah Allah kepada hamba dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam. Mereka adalah orang-orang yang tampil untuk berdakwah dengan penuh bersemangat bersungguh-sungguh. Mereka adalah para pembawa ilmu nabawi yang melumatkan segala bentuk penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, kerancuan para penyesat dan pentakwil yang jahil. Mereka adalah orang-orang yang selalu mengintai setiap kelompok yang menyeleweng dari manhaj Islam seperti Jahmiyah, Mu’tazilah, Khawarij, Rafidah (Syi’ah), Murji’ah, Qadariyah, dan setiap orang yang menyeleweng dari manhaj Allah, mengikuti hawa nafsu pada setiap waktu dan tempat, dan mereka tidak pernah mundur kerana cercaan orang yang mencerca.”


SIAPAKAH AHLUSSUNNAH YANG SEBENARNYA?

TUESDAY, OCTOBER 27, 2009

Siapakah Ahli Sunnah Wal Jamaah Yang Sebenar?

Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam pernah berpesan: "Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara yang mana kamu tidak akan tersesat selama berpegang dengan keduanya, iaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi." (Hadis riwayat Imam Malik dalam Al-Muwaththa')

Rata-rata kita tidak pernah mendengar pun ada golongan yang mengatakan "Aku tidak mengikut Al-Quran dan Sunnah" tapi sebaliknya kita mendengar ramai yang mengatakan "Aku mengikut Al-Quran dan Sunnah." Golongan yang berkata sedemikian bukan sahaja dari kalangan Ahli Sunnah, Malah jika kita tanyakan kepada golongan Syi'ah juga mereka akan berkata "Aku ikut Al-Quran dan Sunnah." Padahal golongan Syi'ah adalah golongan yang jauh sekali dari kebenaran.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab telah berpecah belah menjadi 72 golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-belah menjadi 73 golongan, 72 golongan tempatnya di dalam neraka dan satu golongan di dalam syurga, iaitu al-Jama’ah.” (Hadis Riwayat Abu Duad, Ahmad, ad-Darimi, al-Ajury, al-Lalikaiy. Disahihkan oleh al-Hakim, dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi)

Dalam riwayat yang lain disebutkan; “(Iaitu) yang aku dan para sahabatku meniti di atasnya.” (Hadis Riwayat at-Tirmizi, dinilai Hasan oleh al-Albani)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Sesungguhnya sesiapa yang hidup selepasku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafa al-Rasyidin al-Mahdiyyin (mendapat petunjuk). Berpeganglah dengannya dan gigitlah ia dengan geraham. Jauhilah kamu perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama) kerana setiap yang diada-adakan itu adalah bid‘ah dan setiap bid‘ah adalah sesat. (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Tirmizi, berkata al-Tirmizi: “Hadis ini hasan sahih”. Juga diriwayatkan oleh Ibn Majah dan al-Darimi dalam kitab Sunan mereka. Demikian juga oleh Ibn Hibban dalam Sahihnya dan al-Hakim dalam al-Mustadrak dengan menyatakan: “Hadis ini sahih”. Ini dipersetujui oleh al-Imam Adz-Dzahabi)

Hadis-hadis di atas menerangkan bahawa umat Islam pasti akan berpecah dan sememangnya telah pun berpecah sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah lebih kurang seribu empat ratus tahun tahun yang lalu. Inilah antara mukjizat Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam yang dapat kita lihat sendiri. Namun akan tetap ada mereka yang masih berada di atas kebenaran, sebagaimana hadis di atas yang diterangkan mereka itu ialah yang berpegang dengan sunnah Nabi dan sunnah Al-Khulafa Ar-Rasyidin yang terdiri daripada sahabatnya. Dalam kata lain mereka dipanggil Al-Jamaah sebagaimana hadis di atas juga.

Sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: “Tetap akan ada segelintir dari umatku yang zahir di atas kebenaran, tidak memudaratkan mereka sesiapa yang menyelisihi mereka, sehinggalah datangnya keputusan Allah, sedang mereka tetap berada dalam keadaan sedemikian.” (Hadis riwayat Bukhari, Muslim, Imam Ahmad di dalam Musnadnya, At-Thabrani dalam Al-Ausath, Abu Ya’la, dan Ibn ‘Adi dalam Al-Kamil)

Sabda Baginda sallallahu ‘alaihi wasallam: “Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (iaitu para sahabat baginda), kemudian yang sesudah-nya (para tabi’in), kemudian yang sesudah-nya (para tai’ut tabi’in). Setelah itu akan datang suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Allah Ta’ala berfirman: (Maksudnya) “Dan orang-orang yang terdahulu - yang mula-mula (berhijrah dan memberi bantuan) dari orang-orang "Muhajirin" dan "Ansar", dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka Dengan kebaikan (iman dan taat), Allah redha akan mereka dan mereka pula redha akan Dia, serta Dia menyediakan untuk mereka Syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah: 100)

Syeikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan -hafizahullahu- menjelaskan hikmah terjadinya perpecahan dan perselisihan tersebut dalam kitab Lumhatun ‘Anil Firaq (cet. Darus Salaf hal.23-24) beliau berkata: “(Perpecahan dan perselisihan) merupakan hikmah dari Allah Ta’ala sebagai menguji hamba-hambaNya hingga nampaklah siapa yang mencari kebenaran dan siapa yang lebih mementingkan hawa nafsu dan bersikap fanatik.”

Allah Ta’ala berfirman: (Maksudnya) “Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan (begitu saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sungguh Allah Maha Mengetahui orang-orang yang benar dan sungguh Dia Maha Mengetahui orang-orang yang dusta”. (Al-‘Ankabut:1-3)

Dan firman Allah Ta’ala: (Maksudnya) “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: “Sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang derhaka) semuanya”. (Hud:118-119)

“Dan kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil”. (Al-‘An’am:35).”

Dan Allah ’Azza wa Jalla Maha Bijaksana dan Maha Merahmati hambaNya. Jalan kebenaran telah dijelaskan dengan sejelas-jelasnya sebagaimana dalam sabda Rasululullah sallallahu ‘alaihi wasallam: “Sungguh aku telah meninggalkan kamu di atas petunjuk yang sangat terang malamnya seperti waktu siangnya tidaklah menyimpang darinya setelahku kecuali orang yang binasa”. Hadis ini disahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Dzilalul Jannah)

Dan dalam hadis Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dia berkata: Suatu hari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam membuat satu garisan lurus dengan tangannya lalu bersabda: "Inilah jalan Allah yang lurus, kemudian baginda menggariskan beberapa garis disebelah kiri dan kanan garis yang lurus itu, sambil bersabda: "Inilah jalan-jalan (kesesatan). Tidak ada satu jalan pun dari jalan ini melainkan ada syaitan yang mengajak manusia untuk mengikuti jalan tersebut. Kemudian baginda membacakan surah Al-An'am ayat 153: "Dan bahawa yang (kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)". (Hadis riwayat Ahmad; berkata Al-Arnauth: Hadis hasan, rujuk Musnad Ahmad takhrij al-Arnauth)

Thursday 2 February 2012

The Ruling on Celebrating The Prophet's(s.a.w.) Birthday

Extracted from Abu Thurab

Transalated by: Mohamed Mansour
The sheikh has been asked as in “Fatawa sheikh Mohammad Al Salih Al Othaimeen”, prepared and organized by Ashraf Abdel Maksoud (1 / 126)
What is the ruling of celebrating the prophet’s birthday?
He answered:
We see that one’s faith can’t be perfected until he loves the messenger (صلى الله عليه وسلم) and glorifies him with what he should glorify him with, and with what is suitable for him (صلى الله عليه وسلم), and there is no doubt that the sending of the messenger (صلى الله عليه وسلم) and I don’t say his birth, but his sending as he wasn’t a messenger until he was sent, as people of knowledge have said, he has been informed by Iqra’ (Surah Al-’Alaq) and has been sent by Al-Muddaththir (Surah Al-Muddaththir), and there is no doubt that his sending is a benefit to the whole mankind as Allah has said: Say (O Mohammad, صلى الله عليه وسلم) “O mankind!, verily I am sent to you all as the messenger of Allah, to whom belongs the dominion of the heavens and the earth. None has the right to be worshiped but he. It is he who gives life and causes death. So believe in Allah and his messenger, the prophet who can neither read nor write (i.e. Mohammad, صلى الله عليه وسلم), who believes in Allah and his words, and follow him so that you may be guided.” Al-’Araf: 158.
And if he was so, then as a part of our glorification, respect, and politeness towards him, and as a part of taking him as a leader and someone to follow, is not to exceed than the worships he has legislated for us, because the messenger of Allah (صلى الله عليه وسلم) died and there was nothing good for his nation but he has showed it and has ordered us to do, and there was nothing evil for his Ummah, but he has clarified it and warned us from. So, as we believe in him as a leader and someone to follow, we don’t have the right to celebrate his birth or his sending, as celebration means happiness, joy, and showing glorification, and all these things are types of worship that get us closer to Allah, so we are not allowed to legislate in worships but what Allah and his messenger has legislated. So, celebrating the birthday is considered innovation, and the prophet (صلى الله عليه وسلم) said: “Every innovation is misguidance.” He has said this is general word, and he (صلى الله عليه وسلم) is the best to know what he says, the most eloquent in what he speaks, and the most advising in what he guides to, there is no doubt in this, and the messenger hasn’t excluded anything of the innovations that is not misguidance, and it is well known that misguidance is the opposite of guidance. That’s why The Al-Nasa’i reported another narration: “Every misguidance is in hellfire”, therefore if celebrating his birthday (صلى الله عليه وسلم) one of the things liked by Allah and his messenger, then it would have been permissible, and if it was permissible, then it would have been preserved, as Allah has ensured preserving his rulings, and if it was preserved, the guided caliphs, the companions, their followers and those who followed would have left it. Since they haven’t done anything of this, it has been know that this is not a part of the religion of Allah, and what I advice the Muslims in general with, is not to avoid such things whose legality haven’t been proved neither by the Qur’an nor by the traditions of the messenger of Allah (صلى الله عليه وسلم), nor in the deeds of the companions, and to pay attention to what is clear in the rulings as known obligatory and preferable deeds, and in it there is sufficiency and reform of the individual and the society.
And if you looked carefully into the conditions of those who are fond of such innovations, you will find them reluctant not only in doing preferable deeds, but also in doing duties and obligations. This is a part from the exaggeration in the prophet (صلى الله عليه وسلم) that is found in these celebrations, that leads to the major shirk (making partners with Allah) which causes one to get outside the religion, and that the messenger of Allah (صلى الله عليه وسلم) have fought people for it, and have made their bloods, money, and property lawful. We hear that there are some poems that are said during these celebrations that surely causes one to get out of the religion, as they repeat the saying of the Busiri:
O the most honored creature, who can I seek for refuge
But you, when a great accident happens to me
If you weren’t to take my hand on the day of resurrection
Shaking it, then say “Oh, foot slips!”
Among your generosity are this life and the other one
And among your knowledge is the knowledge of the tablet and the pen
Such attributes are due only to Allah, and I am astonished by who says such words. If he understands what he is saying, then how can he justify saying to the prophet: “Among you generosity is this life and the other one”, and “Among” here is stating that it is part of his generosity, and “the other one” is the hereafter. So, if this life and the one to come is among the generosity of the messenger (صلى الله عليه وسلم), and not all his generosity, then what is left for Allah, for sure, nothing would have been left, neither in this life nor in the hereafter. And also “And among your knowledge is the knowledge of he tablet and the pen”, and “Among” here is stating that it is part of his knowledge, and I don’t know what will be left for Allah, if we talked to the messenger (صلى الله عليه وسلم) with such speech.
And wait my Muslim brother… If you fear Allah, then give the messenger of Allah (صلى الله عليه وسلم) the degree Allah has given to him. He is the slave of Allah and his messenger, so say “Slave of Allah, and his messenger”. And believe in what Allah has commanded him to convey to all mankind: Say (O Mohammad, صلى الله عليه وسلم) “I don’t tell you that with me are the treasures of Allah, nor (that) I know the unseen; nor that I tell you I am an angel. I but follow what is revealed to me.” Al-An’am: 50, and what Allah has commanded him with when he said: Say (O Mohammad, صلى الله عليه وسلم) “It is not in my power to cause you harm, or to bring you to the right path.” Al-Jinn: 21, and in addition to that: Say (O Mohammad, صلى الله عليه وسلم) “None can protect me from Allah’s punishment (if I were to disobey him), nor can I find refuge except in him.” Al-Jinn: 22, even if Allah wants to do something to the messenger (صلى الله عليه وسلم), no one can protect him from Allah.
So, the net result of these festivals or celebrations of the prophet’s (صلى الله عليه وسلم) birthday, is not just limited to being an innovation in the religion, but also other bad things are added to it and can lead to major shirk.
Moreover, from what we have heard, there is intermixing between men and women, and there is clapping and using Duff (one-sided drum), etc.. and other bad things that no believer can have doubt in condemning them, and we are satisfied with what Allah and his messenger have legislated for us, as in it is the reform of the hearts, countries, and people.
(Fatawa sheikh Mohammad Al Salih Al Othaimeen”, prepared and organized by Ashraf Abdel Maksoud  [1 / 126] )